Effective Intercultural Workgroup Theory
John Oetzel 1995 (dalam Littlejohn dan Foss, 2009:327)
menjelaskan bagaimana keragaman budaya dan keragaman dapat memengaruhi
proses komunikasi dan hasil yang terjadi dalam suatu kelompok kerja. Teori ini
mencoba mengidentifikasi model kelompok kerja yang efektif yang mengkaji tiga
komponen utama yaitu Input-Process-Output Model yang menjelaskan kinerja
kelompok dalam sebuah lingkungan multibudaya.
Oetzel menuturkan bahwa teori ini mencakup tiga cakupan dalam kelompok
kerja beragam budaya yaitu faktor kontekstual, komposisi kelompok, dan faktor
budaya-individual.
Faktor kontekstual meliputi hal-hal berikut yang dapat membantu atau menghalangi terciptanya identitas umum dalam kelompok antarbudaya :
1. Sebuah konflik yang tidak terselesaikan di antara kelompok budaya atau etnis
2. Keseimbangan kelompok dalam kelompok
3. Tugas kooperatif dan kompetitif
4. Perbedaan status antar anggota Faktor budaya individu adalah nilai dan identitas yang dimiliki oleh masingmasing anggota kelompok.
Perbedaan nilai budaya utama yang dipertimbangkan adalah variabilitas individualisme dan kolektivisme. Individualisme adalah pola sosial yang terdiri dari individu-individu yang menganggap dirinya independen dan melihat diri sebagai seseorang unik, mempunyai pikiran dan perasaan berbeda 25 dari orang lain. Sedangkan pribadi interdependen lebih fokus pada bagaimana dirinya terhubung dengan orang lain.
Dengan kata lain, pribadi independen umum ditemukan pada masyarakat individualistik dan interdependen pada masyarakat kolektivistik (Oetzel dalam Littlejohn dan Foss, 2009 : 327) Proses komunikasi mengacu pada komunikasi antar anggota kelompok kerja. Teori ini membedakan antara komunikasi yang efektif dan tidak efektif. Komunikasi yang efektif terdiri dari empat perilaku kelompok kerja: partisipasi yang setara, pengambilan keputusan konsensus, konflik kooperatif, dan komunikasi yang saling menghormati.
(Oetzel dalam Littlejohn dan Foss, 2009 : 328)
Teori ini memiliki tiga asumsi:
Pertama, konteks kelompok membingkai hubungan antara masukan, proses, dan keluaran.
Kedua, dalam konteks tertentu, input memengaruhi proses komunikasi suatu kelompok.
Kedua proses komunikasi berdampak pada hasil kelompok.
Ketiga, proses dan hasil berfungsi sebagai umpan balik untuk konteks dan masukan.
Effective intercultural communication theory memiliki sembilan proposisi yang menjelaskan asumsi umum diatas dalam kelompok kerja antarbudaya. Secara khusus, teori tersebut mengemukakan hal berikut:
1. Semakin negatif faktor kontekstual yang dihadapi oleh kelompok antarbudaya, komunikasi yang efektif akan semakin susah 26
2. Semakin heterogen sebuah keloompok, semakin kecil kemungkinan komunikasi efektif akan mereka alami
3. Semakin individualistis sebuah kelompok antarbudaya, kemungkinan bahwa mereka akan mendominasi konflik semakin besar
4. Semakin kolektif sebuah kelompok antarbudaya, kemungkinan bahwa mereka akan berkolaborasi dalam sebuah konflik akan semakin besar
5. Semakin individualistis sebuah kelompok antarbudaya, semakin besar mereka akan mengambil alih
6. Semakin kolektif kelompok antarbudaya, semakin besar kelompok tersebut memiliki partisipasi yang sama
7. Semakin banyak anggota kelompok antarbudaya yang memiliki kepedulian pada other-face atau mutual-face, kemungkinan kelompok untuk memiliki komunikasi efektif akan semakin besar
8. Semakin banyak kelompok yang antarbudaya secara kultural menggunakan proses komunikasi yang efektif, semakin besar kemungkinan kelompok tersebut akan mencapai efektivitas dalam pekerjaan
9. Semakin banyak kelompok antarbudaya menggunakan proses komunikasi yang efektif, semakin besar kemungkinan kelompok tersebut akan mencapai efektivitas relasional.
Jika sebuah kelompok antarbudaya memiliki komunikasi yang efektif, hal ini juga akan meningkatkan kualitas hubungan antarbudaya yang dimiliki 27 karyawan diluar kelompok kerja tersebut (Oetzel dalam Littlejohn dan Foss, 2009 : 328).
Faktor kontekstual meliputi hal-hal berikut yang dapat membantu atau menghalangi terciptanya identitas umum dalam kelompok antarbudaya :
1. Sebuah konflik yang tidak terselesaikan di antara kelompok budaya atau etnis
2. Keseimbangan kelompok dalam kelompok
3. Tugas kooperatif dan kompetitif
4. Perbedaan status antar anggota Faktor budaya individu adalah nilai dan identitas yang dimiliki oleh masingmasing anggota kelompok.
Perbedaan nilai budaya utama yang dipertimbangkan adalah variabilitas individualisme dan kolektivisme. Individualisme adalah pola sosial yang terdiri dari individu-individu yang menganggap dirinya independen dan melihat diri sebagai seseorang unik, mempunyai pikiran dan perasaan berbeda 25 dari orang lain. Sedangkan pribadi interdependen lebih fokus pada bagaimana dirinya terhubung dengan orang lain.
Dengan kata lain, pribadi independen umum ditemukan pada masyarakat individualistik dan interdependen pada masyarakat kolektivistik (Oetzel dalam Littlejohn dan Foss, 2009 : 327) Proses komunikasi mengacu pada komunikasi antar anggota kelompok kerja. Teori ini membedakan antara komunikasi yang efektif dan tidak efektif. Komunikasi yang efektif terdiri dari empat perilaku kelompok kerja: partisipasi yang setara, pengambilan keputusan konsensus, konflik kooperatif, dan komunikasi yang saling menghormati.
(Oetzel dalam Littlejohn dan Foss, 2009 : 328)
Teori ini memiliki tiga asumsi:
Pertama, konteks kelompok membingkai hubungan antara masukan, proses, dan keluaran.
Kedua, dalam konteks tertentu, input memengaruhi proses komunikasi suatu kelompok.
Kedua proses komunikasi berdampak pada hasil kelompok.
Ketiga, proses dan hasil berfungsi sebagai umpan balik untuk konteks dan masukan.
Effective intercultural communication theory memiliki sembilan proposisi yang menjelaskan asumsi umum diatas dalam kelompok kerja antarbudaya. Secara khusus, teori tersebut mengemukakan hal berikut:
1. Semakin negatif faktor kontekstual yang dihadapi oleh kelompok antarbudaya, komunikasi yang efektif akan semakin susah 26
2. Semakin heterogen sebuah keloompok, semakin kecil kemungkinan komunikasi efektif akan mereka alami
3. Semakin individualistis sebuah kelompok antarbudaya, kemungkinan bahwa mereka akan mendominasi konflik semakin besar
4. Semakin kolektif sebuah kelompok antarbudaya, kemungkinan bahwa mereka akan berkolaborasi dalam sebuah konflik akan semakin besar
5. Semakin individualistis sebuah kelompok antarbudaya, semakin besar mereka akan mengambil alih
6. Semakin kolektif kelompok antarbudaya, semakin besar kelompok tersebut memiliki partisipasi yang sama
7. Semakin banyak anggota kelompok antarbudaya yang memiliki kepedulian pada other-face atau mutual-face, kemungkinan kelompok untuk memiliki komunikasi efektif akan semakin besar
8. Semakin banyak kelompok yang antarbudaya secara kultural menggunakan proses komunikasi yang efektif, semakin besar kemungkinan kelompok tersebut akan mencapai efektivitas dalam pekerjaan
9. Semakin banyak kelompok antarbudaya menggunakan proses komunikasi yang efektif, semakin besar kemungkinan kelompok tersebut akan mencapai efektivitas relasional.
Jika sebuah kelompok antarbudaya memiliki komunikasi yang efektif, hal ini juga akan meningkatkan kualitas hubungan antarbudaya yang dimiliki 27 karyawan diluar kelompok kerja tersebut (Oetzel dalam Littlejohn dan Foss, 2009 : 328).
Komentar
Posting Komentar